Minggu, 10 Februari 2013

Pemecahan Masalah Secara Analitis & Kreatif


  
Setelah ditunjuk menjadi Pimpinan Eksekutif di Porsche (salah satu produsen mobil terkenal), pada tahun 1992, disaat Porsche sedang menuju jurang kebangkrutan, Wendelin Wiedeking langsung mengajak kelompok Shin-Gijutsu, yang merupakan para ahli teknik yang telah dikader oleh Toyota untuk mengelola dan membenahi sistim yang ada di pabrik Porsche. Dengan bantuan dari para ahli teknik Jepang, waktu untuk melakukan perakitan berhasil diturunkan dari 120 jam menjadi 72 jam. Jumlah kesalahan pada setiap pembuatan mobil turun 50 % menjadi hanya 3 kesalahan per mobil. Jumlah tenaga kerja menurun sebesar 19 % menjadi 6.800 orang, dari lebih dari 8.400 orang di tahun 1992. Jumlah "line production" telah berhasil diperpendek . Begitu pula dengan jumlah inventori yang telah berkurang, membuat ruang yang digunakan di pabrik menjadi lebih kecil sebesar 30 %. Perubahan-perubahan tersebut di atas telah membuat Porsche berhasil memproduksi mobil dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Dampaknya, pertama kali dalam 4 tahun terakhir, perusahaan melaporkan keuntungan, setelah sebelumnya merugi sebesar 300 Juta Dolar Amerika.
Hal yang menarik yang mungkin ingin kita ketahui dari ilustrasi cerita di atas adalah, cara efektif yang berhasil diterapkan oleh para ahli teknik Jepang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh Porsche, dan kemudian merubahnya menjadi sebuah keuntungan. Secara umum yang dilakukan oleh ahli teknik Jepang adalah dengan membentuk kelompok kerja yang berbeda yang menerapkan prinsip-prinsip pemecahan masalah secara ilmiah untuk menganalisa situasi yang terjadi, membuat rencana perbaikan secara kreatif, dan menerapkan rencana perbaikan melalui proses pengawasan kualitas.
Ilustrasi di atas yang dikutip dari tulisan Phillip L Hunsaker tentang Pemecahan Masalah Secara Kreatif (2005) , menunjukkan kepada kita bahwa proses penyelesaian masalah secara efektif akan dapat membantu sebuah organisasi keluar dari kemelut keuangan yang mereka hadapi, dan merubahnya menjadi sebuah kesempatan yang menguntungkan. Tanpa penanganan yang benar saat itu, bukan tidak mungkin Porsche mengalami kebangkrutan total, dan tidak pernah terdengar lagi dalam industri kendaraan bermotor. Peristiwa yang terjadi pada Porshce bukan tidak mungkin terjadi pada organisasi lainnya, organisasi tempat kita bekerja saat ini atau pada diri kita sendiri. Kemampuan kita dalam melakukan pemecahan masalah secara analitis dan kreatif menjadi salah satu kunci agar kita dapat keluar dari masalah yang kita hadapi, dan mencapai kesuksesan dalam bisnis, maupun karir kita.
Adanya kesempatan bagi kita untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi secara analitis dan kreatif menjadi inspirasi bagi saya untuk menjadikan pemecahan masalah secara analitis dan kreatif sebagai bahan tulisan saya kali ini. Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu kita semua agar kita tidak terjebak dalam perangkap yang mengurangi kualitas pemecahan masalah yang kita hasilkan.
Pemecahan Masalah Secara Analitis dan Kreatif
Pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan (Hunsaker, 2005). Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005). Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan.
Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah ketrampilan yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek kehidupannya. Jarang sekali seseorang tidak menghadapi masalah dalam kehidupannya sehari-hari. Pekerjaan seorang manajer, secara khusus, merupakan pekerjaan yang mengandung unsur pemecahan masalah di dalamnya. Bila tidak ada masalah di dalam banyak organisasi, mungkin tidak akan muncul kebutuhan untuk mempekerjakan para manajer. Untuk itulah sulit untuk dapat diterima bila seorang yang tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah, menjadi seorang manajer (Whetten & Cameron, 2002).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar